Saturday, October 21, 2017

Duta Besar Perancis untuk Indonesia Kunjungi Museum KAA


Duta Besar Perancis untuk Indonesia H.E. Jean Charles Berthonnet dan staf diplomatik Kedubes Perancis serta Direktur IFI Bandung Melanie Martini mengunjungi Museum KAA-Gedung Merdeka pada Sabtu, 21 Oktober 2017.

Kepala Museum KAA Meinarti Fauzie hadir menyambut kunjungan itu.

Perdana Menteri Perancis George Clemenceau pernah melawat ke Bandung pada tahun 1921. Peristiwa itu terekam dengan baik pada buku Bandung Tempo Doeloe.

Di KAA 1955 - selain Bahasa Inggris - Bahasa Perancis juga digunakan sebagai bahasa resmi komunikasi. Pangeran Norodom Sihanouk, misalnya, rajin berbicara Bahasa Perancis baik dalam sidang pleno terbuka maupun tertutup.

Hingga kini sebagian besar koleksi dokumen KAA di Museum KAA adalah dalam Bahasa Perancis.

Saturday, October 14, 2017

Gubernur Provinsi Setif Aljazair Kunjungi Museum KAA


Gubernur Provinsi Setif Aljazair dan rombongan delegasi Parlemen Aljazair menapak tilas jejak bapak bangsa Aljazair di KAA pada Sabtu, 14 Oktober 2017 di Museum KAA - Gedung Merdeka. Kunjungan itu turut pula didampingi Duta Besar LBBP RI untuk Aljazair Ibu Safira Machrusah.

Dalam Bahasa Perancis yang indah, ia mengatakan solidaritas yang lahir di Bandung adalah ruh perjuangan mereka.

62 Tahun silam Aljazair, Maroko, dan Tunisia hadir sebagai peninjau. Kehadiran mereka merujuk pada kategori undangan negara peserta KAA yang disepakati 5 Perdana Menteri Sponsor KAA di Konferensi Panca Perdana Menteri Bogor 1954, yakni perwakilan asal negara yang belum merdeka, dan belum berpemerintahan sendiri namun telah memiliki organisasi perwakilan. Adalah Yazid, Ait Ahmad, dan Lakhdar Brahimi delegasi peninjau asal Aljazair di KAA 1955.

Selama perang kemerdekaan berlangsung di Aljazair, tokoh-tokoh Aljazair mendapat perlindungan pemerintah Indonesia. Mereka mendiami sebuah rumah dinas di bilangan Cik Ditiro Jakarta.

Bahkan menurut Prof. Dr. KH Mahmud Syaltout KBRI Paris menjadi salah satu tempat perumusan persiapan kemerdekaan Aljazair.

Pada tahun 1969 Aljazir berpihak pada Indonesia di SU PBB dalam soal Pepera. Namun, pada peristiwa Timor Timur Aljazair seolah tak percaya pada keputusan Indonesia hadir di negeri Loro Sae itu.