Thursday, August 30, 2018

Presiden Namibia Kunjungi Museum KAA



Selang sehari usai bertemu Presiden RI Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor pada Kamis, 30/8/2018, Presiden Republik Namibia Hage Gottfried Geingob mengunjungi Museum KAA pada Jumat, 31/8/2018.

Turut hadir menyambut dan mendampingi kunjungan itu adalah Kepala Museum KAA Meinarti Fauzie, dan Duta Besar RI untuk Namibia Eddy Basuki.

Di bawah ini adalah berita terkait kunjungan dimaksud. 

===

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Presiden Namibia Dr Hage Gottfried Geingob mengunjungi Museum KAA di Bandung, Jawa Barat, Jumat (31/8). Ini merupakan kunjungan Hage Gottfried Geingob yang kedua ke  Museum AA.

Kepala negara di Afrika bagian barat daya itu sebelumnya pernah menginjakkan kaki di Museum KAA saat menghadiri perhelatan peringatan 50 Tahun KAA yang digelar di Bandung dalam rangkaian acara KTT Asia Afrika 2005 di Jakarta.

“Saya juga dulu ikut peristiwa itu (Langkah Bersejarah, red),” katanya kepada Kepala Museum KAA Meinarti Fauzie saat mendapat penjelasan tentang kisah Langkah Bersejarah dari edukator Museum KAA, Desmond S Andrian.

Dalam kunjungan itu, Presiden Hage Gottfried Geingob dengan tekun menyimak penjelasan kisah KAA mulai dari tahap latar belakang, perumusan, dan pelaksanaan hingga dampaknya terhadap perdamaian dunia.

Di ruang pameran tetap, kata Meinarti, Hage Gottfried Geingob sangat antusias melihat panil-panil situasi internasional menjelang KAA. Pasalnya, pada salah satu panil itu terdapat sebuah foto peristiwa yang terkait peristiwa di negaranya pada masa silam.

Meinarti menambahkan, di dalam ruang utama Gedung Merdeka, Hage Gottfried Geingob sempat memberikan sambutn singkat. Dalam sambutannya, ia mengapresiasi pelayanan Museum KAA. Ia pun sempat meminta agar  informasi terkait negara-negara Afrika dapat lebih banyak disajikan di Museum KAA.

Presiden Namibia yang berkunjung bersama 40 anggota delegasinya itu mengenakan setelan jas berwarna biru muda. Selama tur museum itu, ia didampingi pula oleh putrinya, Dangos Geingos.

Kunjungan Presiden Namibia kali ini merupakan kunjungan kenegaraan di Indonesia. Kunjungan itu berlangsung pada  29 Agustus hingga 1 September 2018. Pada Jumat (31/8), rombongan Presiden Namibia berkunjung ke Bandung. Selain ke Museum KAA, mereka juga mengunjungi PT Dirgantara Indonesia.

Dalam kunjungan yang bertujuan untuk menjajaki berbagai kemungkinan peningkatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Namibia itu, Presiden Hage Gottfried didampingi pula oleh Duta Besar LBBP RI untuk Republik Namibia, Eddy Basuki.

Museum KAA adalah Unit Pelayanan Teknis di bawah koordinasi Direktorat Diplomasi Publik, Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI. 

Sabtu 01 September 2018 21:00 WIB 
Rep: Wachidah Handasah/ Red: Irwan Kelana 

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/09/01/pedqww374-presiden-namibia-kunjungi-museum-kaa

Saturday, August 18, 2018

Sampai Jumpa Kofi Annan!



Tiga belas tahun silam tepatnya Sabtu, 24 April 2005 sekira pukul 11.30WIB Sekretaris Jenderal PBB Koffi Anan melintas di salah satu pintu di selesar tengah Gedung Merdeka.

Salah seorang anggota Paspampres yang bertugas di pintu itu menganggukkan kepala ke arah saya. Bergegas saya menghampiri sosok penting di organisasi suprastruktur dunia itu.

Sekilas berlangsung percakapan singkat. Ah, rupanya mesin pendingin ruang bekerja terlalu baik. Akibatnya, beliau harus ke restroom.

Kehadiran Beliau pada perhelatan perdana bangsa-bangsa kulit berwarna pasca berakhirnya Perang Dingin itu menandai kemajuan politik yang telah diraih bangsa Asia Afrika 63 tahun silam. Dalam balutan jas berwarna cerah Beliau dan sang istri bergabung dengan 1978 delegasi lainnya asal 106 negara Asia dan Afrika.

Saya mengingat kalimat Beliau yang paling krusial saat perhelatan KTT Asia Afrika 2005 adalah pentingnya membangun kesadaran baru tentang gugus kerja yang mampu mengakomodasi percepatan perubahan konstelasi ekonomi. Sedikit saja tak tepat atau terlambat, pola bisa berubah menjadi asimetri dan berujung ekploitasi.

Lebih dalam lagi Beliau mengungkapkan kekhawatirannya itu dalam sebuah jurnal bertajuk 'How can Asia help Africa?". Jurnal ini Beliau tulis beberapa tahun setelah perhelatan di Bandung pada tahun 2005.

Kekhawatiran-kekhawatirannya terefleksi pada kemunculan sejumlah kekuatan ekonomi baru di belahan bumi Asia. Kemunculan itu diiringi pula dengan kompetisi akan pemenuhan energi yang menjadi bagian dari penjamin keberlangsungan kekuatan ekonomi tadi.

Di sisi lain Afrika selain menawarkan ketersediaan energi juga ramah sebagai tujuan pasar atas sejumlah produk massal asal kekuatan ekonomi di Asia.

Singkatnya, Afrika tak ubahnya menjadi arena 'battle field' berbagai kepentingan kekuatan ekonomi tadi.* 

So long, Chief! Bon Voyage! Adieu!